Rasa itu ada, kisah itu nyata. Rindu juga cinta terbelenggu jarak dan waktu.
Tak
pernah sedikitpun ada bayangan tentang kisah kita. Mencintaipun tidak
ada dalam benak fikiran, semua datang dengan tiba-tiba, sekejap pula.
Berkenalan, berbagi cerita, mencoba dan dengan sendirinya rasa itu
menelusup jauh lebih dalam. Hingga tanpa sadar frekuensi rasa telah
berada dalam dimensi yang sama. Istilah remaja jaman sekarang kita
sama-sama merasa nyaman.
Pada fase ini kita sedang jatuh cinta, membiarkan waktu terlewat begitu saja tentu terasa konyol. Ya aku rasa waktu yang telah kita lalui ini semakin membuat aku menjadi lebih berarti. Seolah diriku bukanlah aku ketika tanpa kamu ada untuk menemani. Bagaimanapun juga engkau selalu menenangkan dan memberi arti lebih untuk melengkapi hidupku.
Kita pernah berjuang untuk sekedar bertemu. Berbagi canda dan tawa, menyinkronkan rasa yang sama.
Jika ada yang bilang rindu adalah asam garamnya mereka yang sedang dimabuk cinta, ya itu benar adanya. Bagaimana bisa melewatkan sekejap waktu tanpa bertemu? Sedang membayangkan senyum saja sudah membuatku tersipu malu. Seperti itulah rasanya jatuh cinta, ada debaran kalbu yang disebut rindu. Mengingat peristiwa yang telah dilalui bersama hingga membayangkan apa yang akan terjadi ketika bertemu diwaktu kemudian. Memikirkan tema pembicaraan hingga harus bertindak apa, matching pakaian yang mana dan menikmati waktu dimana. Banyak sekali pertanyaan tentang sekejap waktu yang akan kita lalui bersama.
Kita yang selalu berusaha menyempatkan waktu untuk bertemu. Sekedar berbagi rasa, canda dan tawa. Tentang kisah masing-masing mulai dari rutinitas yang berbeda, pergaulan yang berbeda, bahkan diujung kota yang berbeda pula. Ya pada intinya kita tetap kuat menembus dimensi jarak dan waktu yang menyisakan rindu.
Namun dengan adanya rindu justru memberi keistimewaan ketika bertemu.
Hanya perlu menyempatkan waktu untuk sekedar berbagi rasa |
Kisah yang begitu asing, menjenuhkan, menyebalkan bahkan kita hanya bisa menertawakan waktu yang semakin membelenggu.
Anomali rasa dari kebahagiaan yang memuncak hingga datang bahtera rindu yang menjenuhkan. Jika rindu ibarat asam garam, mungkin ini terlalu kecut dan asin hingga kita sama-sama muak Ada kalanya tetap saling mempertahankan kisah ini. Namun prolog damaturgi selalu menguji. Haruskah saling memohon untuk jangan pergi? sedangkan realita justru seolah enggan mempertemukan kita disini.
Apa yang telah terjadi dan membuat kita saling tidak mengerti. Berulang kali saling berganti maaf hanya untuk sekedar menguatkan satu sama lain untuk tidak pergi. Ada kalanya juga saling berdiam tanpa kata, tak ada bicara meski sama-sama tahu cinta yang ada begitu nyata. Namun sebatas dengan diam sambil menyembunyikan sejuta kata yang mewakili rasa. Bahwa benar begitu berartinya arti "kita".
Berhenti, mungkin itulah pilihan. Walau ada sejuta kata yang tak dapat diungkapkan dan tersembunyi dalam diam.
Ketika rasa tak lagi sama dengan realita, disaat hati ingin selalu bersemi, namun apalah daya waktu yang enggan menyatukan kita disini. Sama-sama menyimpan rindu dan seonggok kebahagiaan yang lalu, mungkin itu yang terbaik. Bagaimanapun kita sama-sama tidak tahu-menahu tentang apa yang telah terjadi hingga membawa suatu rasa untuk saling pergi.
Dengan singkat anomali telah membalikan segalanya, membuat terbius dan lupa bahwa kita pernah bahagia. Ada masa dimana saling menjabat tangan untuk berjalan beriringan, menjaga hati dan memberi yang terbaik. Saling menguatkan dan memberi asa bahwa masa-masa ini yang selalu membawa kebahagiaan untuk kita. Kita juga pernah bahagia dengan menyanyikan lagu kesukaan sambil berjingkrak, menggenggam tangan dan mengangkatnya keatas.
Seolah ikrar bahwa kita mampu menentang segala rintangan, namun ternyata tidak.
Ketika dunia mulai menjenuhkan, lihat sisi lain untuk menemukan kebahagiaan |
Hanya sekedar untuk memastikan supaya tidak ada keraguan. Inilah cara kita berjuang, biarlah Yang Maha Kuasa mengatur segalanya.
Jika rindu membiarkan semua berlalu sebatas menjadi kenangan. Jika rasa masih melekat erat dalam relung jiwa. Namun realita menyibak tabir bahwa pada kenyataanya kita kalah pada ego masing-masing. Dan jalan terbaik yang perlu diambil adalah sebuah perpisahan. Perpisahan adalah senja diperbatasan waktu. Dengan begitu kita bisa istirahat sejenak menikmati kesendirian, merenung untuk pendewasaan, atau justru mengutuk kehidupan.
Dalam senja ini perenungan hanya sebatas meyakinkan diri bahwa akan ada masa yang jauh lebih indah dibalik penantian. Mendewasakan diri dari bait-bait peristiwa yang telah terjadi. Itulah jejak hidup yang telah menjadi bagian dari beberapa kenangan terindah. Kita akan selalu mengingat bagaimana pertemuan yang tak pernah kita bayangkan, bagaimana kisah terjalin tanpa pernah kita rencanakan, dan tentunya kita sama-sama yakin bahwa cinta itu ada, rindu itu nyata, namun jodoh bukanlah kuasa kita.
Dan pada akhirnya mengambil kesepakatan bersama untuk menyerahkan pada yang Maha Kuasa, tidak mustahil untuk dipertemukan dan bersatu kembali atau masing-masing dari kita justru akan mendapat pengganti.
Dan pada akhirnya mengambil kesepakatan bersama untuk menyerahkan pada yang Maha Kuasa, tidak mustahil untuk dipertemukan dan bersatu kembali atau masing-masing dari kita justru akan mendapat pengganti.
Bagaimanapun juga, manusia berencana dengan baik dan Tuhan selalu memberikan yang terbaik.
No comments:
Write komentar