Aktivis atau akademis? Bagi sahabat remaja yang sedang ataupun pernah menjadi mahasiswa tentunya tidak asing dengan pertanyaan ini. Lantas manakah yang benar, fokus menjadi aktivis atau akademis? Namun sebelum ruang remaja bahas point-pointnya, ayo sahabat remaja like fanspage facebook kami, follow twitter, pinterest dan instagram ruang remaja serta jangan lupa subscribe channel youtube ruang remaja ya.
Mahasiswa yang sukses itu yang fokus akademis atau total menjadi aktivis?
Pertanyaan tersebut sering dijumpai dalam dunia kampus. Baik itu pertanyaan dari teman seangkatan, senior maupun junior. Namun tahukah sahabat remaja bahwa pertanyaan tersebut adalah buah dari kesalahan mindset/pola fikir yang kemudian memunculkan statement tersebut. Jadi pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang salah, apalagi ukuran sukses harus ditekankan pada pilihan akademis atau aktivis.
Mahasiswa bukan lagi siswa, dia makhluk bebas yang akan melakukan perubahan
Dari namanya saja sudah mahasiswa, tentu berbeda dengan siswa. Perbedaan yang mendasar adalah ketika menjadi siswa masih terpaku pada rutinitas berupa jadwal pelajaran. Namun menjadi mahasiswa bisa bebas membuat jadwal perkuliahan atau biasa disebut dengan SKS. Bukan hanya jadwal perkuliahan, segala aktifitas dunia kampus dan keseharian dengan leluasa dapat diatur sendiri oleh mahasiswa. Kapan waktunya jam perkuliahan, kapan waktunya ikut kegiatan ekstra, kapan saatnya berorganisasi, dan kapan waktunya meluangkan waktu untuk sejenak menikmati secangkir kopi.
Mahasiswa harus bisa mengatur waktunya sendiri. Sehingga dapat berfikir rasional tentang apa yang diperlukan bagi mahasiswa, dan bagaimana dia bisa merealisasikanya. Dengan demikian mahasiswa dapat berfikir kritis dan berfikir rasional untuk membuat perubahan minimal pada diri sendiri.
Ya pada intinya sih mahasiswa harus memiliki pola fikir yang berorientasi kemasa depan.
Aktivis dan akademis bukanlah pilihan, melainkan tanggung jawab dan kewajiban.
Menjadi aktivis tidak harus meninggalkan akademis begitupun sebaliknya, karena kedua hal ini bukanlah seperti kutub magnet yang saling bertolak berlawanan. Kewajiban mahasiswa adalah mendapat gelar yang syarat utamanya berupa lulus perkuliahan. Disamping itu mahasiswa juga mempunyai tanggung jawab sosial. Seberapa bermanfaatnya ilmu yang didapat ketika kuliah terhadap masyarakat, atau lebih simpelnya seberapa besar kontribusi mahasiswa terhadap masyarakat.
Untuk itulah pentingnya sinergi antara aktivis dan akademis, masyarakat sekitar tidak melulu bertanya tentang nilai perkuliahan atau IPK. Mereka cenderung menilai dari apa yang mereka lihat saat itu juga. Ada kalanya masyarakat tidak perduli dengan tingginya nilai akademis yang dicapai, ketika tidak bisa berbaur dengan masyarakat maka otomatis pandangan merekapun akan negatif. "Mahasiswa kok kayak gitu" mungkin begitulah mereka bergumam.
Untuk itulah pentingnya sinergi antara aktivis dan akademis, masyarakat sekitar tidak melulu bertanya tentang nilai perkuliahan atau IPK. Mereka cenderung menilai dari apa yang mereka lihat saat itu juga. Ada kalanya masyarakat tidak perduli dengan tingginya nilai akademis yang dicapai, ketika tidak bisa berbaur dengan masyarakat maka otomatis pandangan merekapun akan negatif. "Mahasiswa kok kayak gitu" mungkin begitulah mereka bergumam.
Bukankah lebih keren menjadi mahasiswa yang sukses menjadi aktivis dan akademis?
Dari pola fikir yang keliru sehingga muncul statement akademis vs aktivis, sekarang sahabat remaja harus mulai fokus untuk menyeimbangkan antara akademis dan aktivitas non-akademis. Karena keduanya harus beriringan dan tidak bisa dipisahkan. IPK tinggi seperti halnya pakaian yang kita gunakan. Ketika sahabat remaja lulus dan mencari pekerjaan tentu yang dilihat pertama adalah nilai akademis. Sehingga akan memberikan kesan positif ketika perusahaan atau intansi melihat IPK sahabat remaja yang tinggi. Namun IPK yang tinggi tanpa didukung oleh kecakapan diri mulai dari kemampuan berkomunikasi, berfikir kritis, dan soft skill lainya akan tentu akan terlihat kosong tanpa isi.
Seperti kata pepatah bahwa didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, begitupun dengan gelar yang kita peroleh dari perkuliahan harus didukung dengan nilai akademik yang bagus dan kecapakan diri yang kuat. Sehingga kredibilitas gelar kita dapat dipertanggung jawabkan entah didunia kerja ataupun dimasyarakat.
Menjadi aktivis akademis akan memberi keuntungan ganda
Mempunyai nilai akademik yang bagus tentu berbanding lurus dengan pemahaman bidang keilmuan sesuai jenjang yang ditempuh. Dengan demikian gelar dan kemampuan yang dimiliki akan linier. Dengan IPK yang bagus sahabat remaja akan mempunyai banyak keuntungan, diantaranya adalah memiliki wawasan luas sesuai bidang yang ditekuni, bisa mendapat beasiswa, dan yang pasti bisa membanggakan orang tua. Apalagi ketika kita lulus cumlaude.
Begitupun menjadi aktivis juga banyak keuntunganya, dari kegiatan non akademis yang sahabat remaja jalani akan membentuk karakter yang tangguh. Dari berbagai kegiatan tersebut sahabat remaja akan belajar mengatur waktu, berkomunikasi yang baik, memiliki skill kepemimpinan, mengasah kemampuan sosial, dan yang paling keren adalah memperluas pergaulan dan relasi atau jaringan.
Karena faktor terbesar yang mempengaruhi kehidupan setelah mendapat gelar adalah relasi.
Seperti kata pepatah bahwa didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, begitupun dengan gelar yang kita peroleh dari perkuliahan harus didukung dengan nilai akademik yang bagus dan kecapakan diri yang kuat. Sehingga kredibilitas gelar kita dapat dipertanggung jawabkan entah didunia kerja ataupun dimasyarakat.
Aktivis dan akademis harus beriringan untuk bekal mahasiswa |
Menjadi aktivis akademis akan memberi keuntungan ganda
Mempunyai nilai akademik yang bagus tentu berbanding lurus dengan pemahaman bidang keilmuan sesuai jenjang yang ditempuh. Dengan demikian gelar dan kemampuan yang dimiliki akan linier. Dengan IPK yang bagus sahabat remaja akan mempunyai banyak keuntungan, diantaranya adalah memiliki wawasan luas sesuai bidang yang ditekuni, bisa mendapat beasiswa, dan yang pasti bisa membanggakan orang tua. Apalagi ketika kita lulus cumlaude.
Begitupun menjadi aktivis juga banyak keuntunganya, dari kegiatan non akademis yang sahabat remaja jalani akan membentuk karakter yang tangguh. Dari berbagai kegiatan tersebut sahabat remaja akan belajar mengatur waktu, berkomunikasi yang baik, memiliki skill kepemimpinan, mengasah kemampuan sosial, dan yang paling keren adalah memperluas pergaulan dan relasi atau jaringan.
Karena faktor terbesar yang mempengaruhi kehidupan setelah mendapat gelar adalah relasi.
Mahasiswa yang sukses adalah yang mampu menempa hard skill dan soft skill |
Nah dari uraian diatas, semoga bisa dijadikan acuan untuk sahabat remaja yang akan menginjak bangku perkuliahan. Supaya tidak terjebak dalam pemikiran "harus memilih yang mana?" Padahal kan dari keduanya dapat dijalani bersama tanpa harus memilih salah satu. Menjadi akademis itu keren, menjadi aktivis itu keren. Dan jika dapat melakukan dua-duanya itu sangat keren.
Kuliah hanya mengikuti perkuliahan saja tentu terasa hambar, tanpa pengetahuan seluk beluk realita yang terjadi diluar ruang kampus bagaimana bisa mempertanggung jawabkan sosial sebagai seorang mahasiswa?. Begitupun ketika kuliah hanya menjadi aktivis saja tentu akan tertinggal jauh oleh sahabat seangkatan, dan akhirnya akan kesepian dikampus.
Kuliah hanya mengikuti perkuliahan saja tentu terasa hambar, tanpa pengetahuan seluk beluk realita yang terjadi diluar ruang kampus bagaimana bisa mempertanggung jawabkan sosial sebagai seorang mahasiswa?. Begitupun ketika kuliah hanya menjadi aktivis saja tentu akan tertinggal jauh oleh sahabat seangkatan, dan akhirnya akan kesepian dikampus.
No comments:
Write komentar